
JAKARTA - Proyek Giant Sea Wall Pantai Utara Jawa kembali menjadi sorotan nasional setelah Presiden Prabowo Subianto menghidupkan kembali gagasan infrastruktur raksasa ini.
Dengan anggaran mencapai Rp 1.280 triliun dan panjang bentangan 500–700 km, tanggul laut ini dirancang untuk melindungi sekitar 20 juta warga pesisir dari Jakarta hingga Gresik. Target penyelesaian proyek ini diperkirakan memakan waktu 15–20 tahun, mencakup perlindungan terhadap banjir rob, abrasi, dan kenaikan muka laut yang semakin mengkhawatirkan.
Gagasan pembangunan Giant Sea Wall sendiri sudah muncul sejak akhir abad ke-20. Presiden Prabowo menegaskan bahwa konsep tanggul laut ini sebenarnya sudah masuk dalam perencanaan Bappenas pada 1995 di era Presiden Soeharto. Namun, proyek tersebut belum pernah terealisasi hingga banjir rob besar melanda Jakarta pada 2007.
Baca Juga
Saat itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) mencetuskan Jakarta Coastal Defense System (JCDS) sebagai solusi pengendalian banjir pesisir. Sistem ini dirancang bersama pemerintah pusat dan konsultan Belanda, dengan pembangunan tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta, yang kemudian dikenal sebagai Jakarta Giant Sea Wall.
Rencana ini juga diintegrasikan ke dalam Perda DKI No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030, sementara pada tingkat nasional, pemerintah menyusun National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) sebagai pengembangan JCDS.
Konsep Garuda Megah pada NCICD mencakup tanggul berbentuk garuda raksasa lepas pantai Jakarta. Meski ambisius, proyek sempat tertunda karena kendala biaya dan isu lingkungan, sehingga realisasinya berjalan lambat hingga era Presiden Joko Widodo, yang memulai Tahap A NCICD berupa tanggul pantai sepanjang ~39 km.
Sejak awal, Giant Sea Wall dirancang sebagai sistem perlindungan terpadu di pesisir utara Jawa. Tujuannya menahan intrusi air laut, mencegah abrasi pantai, serta mengatasi penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah berlebihan. Infrastruktur ini diharapkan menjadi benteng pertahanan yang mampu mengurangi kerusakan infrastruktur dan pemukiman di kawasan pesisir.
Konsep awal proyek juga mencakup pengelolaan air terpadu, misalnya pemanfaatan area tanggul sebagai waduk raksasa dan lahan reklamasi untuk meningkatkan sistem drainase dan membuka ruang pengembangan kota baru. Visi ini menekankan perlindungan menyeluruh terhadap kawasan pesisir dari banjir laut dan degradasi lingkungan.
Pada era Presiden Prabowo Subianto, proyek Giant Sea Wall diperluas sebagai Proyek Strategis Nasional 2025. Pemerintah membentuk Badan Otorita Pantura Jawa untuk merancang dan mengelola megaproyek ini secara terpadu, memastikan koordinasi lintas provinsi dan kementerian. Pengerjaan difokuskan di wilayah rawan rob tinggi, seperti Jakarta, Bekasi, Semarang, Demak, Pekalongan, hingga Brebes, sebelum meluas ke seluruh Pantura.
Prabowo menegaskan proyek ini sebagai prioritas nasional sejak kampanye Pilpres 2024. Ia bahkan langsung memerintahkan menteri terkait untuk memulai pengerjaan tanpa penundaan. “Bayangkan, sejak tahun 1995... tidak ada lagi penundaan, sudah tidak perlu banyak bicara, kita kerjakan segera,” ujarnya. Menko Infrastruktur Agus H. Yudhoyono (AHY) ditunjuk untuk mengawal proyek ini, menegaskan skala strategis dan urgensinya.
Proyek ini menargetkan perlindungan sekitar 20 juta penduduk pesisir dan jutaan hektare lahan produktif. Pemerintah menekankan penggunaan kemampuan domestik, sambil tetap membuka peluang investasi asing bila diperlukan. Selain itu, Giant Sea Wall dirancang sebagai fondasi pengembangan kawasan pesisir terpadu dan ekonomi biru di sepanjang Pantura, termasuk waterfront city di belakang tanggul.
Dari sisi biaya, Giant Sea Wall diperkirakan menghabiskan US$ 80 miliar (sekitar Rp 1.280 triliun) untuk 500–700 km bentangan. Segmen Teluk Jakarta sendiri memerlukan US$ 8–10 miliar, sedangkan sisa proyek tersebar di provinsi lain. Pembangunan akan berlangsung dalam 15–20 tahun, dengan Teluk Jakarta memakan waktu 8–10 tahun.
Pemerintah mengacu pada proyek serupa di Eropa, seperti Delta Works di Belanda, yang selesai dalam 40 tahun, untuk memastikan proyek ini berjalan bertahap dan berkelanjutan.
Jika terwujud, Giant Sea Wall akan memberikan manfaat multi-dimensi: melindungi wilayah dan pertahanan pesisir, mengendalikan banjir rob, menjaga lahan pertanian produktif, melindungi kawasan industri, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan memperbaiki tata kelola lingkungan. Tanggul laut juga akan membantu mitigasi perubahan iklim, menjaga kualitas ekosistem pantai, dan meningkatkan keselamatan sosial masyarakat pesisir.
Sejarah panjang proyek ini, dari era Orde Baru, konsep JCDS/NCICD, hingga pengaktifan kembali oleh Presiden Prabowo, menunjukkan kompleksitas sekaligus urgensi pembangunannya. Giant Sea Wall diharapkan menjadi warisan infrastruktur yang menyelamatkan Pantura Jawa, bukan sekadar mega-struktur mahal yang meninggalkan masalah baru di masa depan.

Mazroh Atul Jannah
Energika.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Erick Thohir Umumkan Pergantian Komite PSSI Demi Transparansi
- 17 September 2025
2.
Cara Cek Bansos BLT Dana Desa September 2025 Lewat HP dengan Mudah
- 17 September 2025
3.
Perombakan Kementerian ESDM, Presiden Prabowo Tunjuk Sekjen Baru
- 17 September 2025
4.
Jakarta Genjot Transportasi Bus Listrik Kurangi Emisi
- 17 September 2025
5.
Megaproyek Giant Sea Wall Lindungi Pesisir Pantura Jawa
- 17 September 2025