JAKARTA - Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa, 7 Oktober 2025 diprediksi mengalami volatilitas tinggi dengan kecenderungan melemah.
Meski ditutup menguat tipis sebesar 20,50 poin atau 0,12% ke level Rp16.583 per dolar AS, tekanan global dan domestik tetap membayangi rupiah. Indeks dolar AS sendiri mengalami penguatan signifikan, naik 0,76% menjadi 98,46, sementara mayoritas mata uang Asia lainnya melemah.
Yen Jepang menjadi salah satu yang terdepresiasi paling tajam, turun 1,87%, diikuti won Korea Selatan yang melemah 0,53%. Mata uang kawasan seperti ringgit Malaysia dan peso Filipina juga ikut menurun masing-masing sebesar 0,19% dan 0,83%.
Sentimen Global dan Politik yang Memengaruhi Rupiah
Pelemahan euro menjadi salah satu indikasi ketidakstabilan pasar akibat krisis politik di Eropa. Perdana Menteri Prancis, Sebastien Lecornu, mengundurkan diri hanya 14 jam setelah mengumumkan kabinet barunya pada Senin, 6 Oktober 2025, menciptakan ketidakpastian yang turut memengaruhi pasar valuta asing.
Di sisi lain, perhatian pasar tertuju pada kebijakan moneter Amerika Serikat. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin pada 28–29 Oktober 2025 meningkat menyusul data pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan pelemahan. Peter Cardillo, Chief Market Economist Spartan Capital Securities, menjelaskan bahwa pasar saat ini berada dalam bias momentum: “Di satu sisi, sentimen negatif berasal dari shutdown pemerintahan AS. Di sisi lain, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed meningkat.”
Prediksi Pergerakan Rupiah
Pengamat forex Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif, dengan potensi ditutup melemah di kisaran Rp16.580–Rp16.530 pada hari ini. Ia menambahkan bahwa indeks dolar AS menguat seiring pasar global menilai peluang lebih dari 99% bagi The Fed untuk memangkas suku bunga 25 basis poin pada akhir Oktober, menurut data CME FedWatch.
“Pasar semakin yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, sehingga dolar kembali menguat terhadap sebagian besar mata uang utama,” ujarnya. Selain itu, ketidakpastian politik di AS juga menjadi faktor tambahan yang membayangi pergerakan rupiah.
Dampak Shutdown Pemerintahan AS
Kegagalan para Senator AS meloloskan proposal pengeluaran untuk membuka kembali pemerintahan federal membuat shutdown berlanjut hingga pekan depan. Situasi ini menambah ketidakpastian pasar global yang secara tidak langsung memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Geopolitik juga menjadi sorotan. Presiden AS, Donald Trump, menyatakan telah berdiskusi dengan Hamas mengenai rencana pertemuan lanjutan di Mesir untuk membahas perundingan damai Gaza. Sementara itu, Ukraina terus meningkatkan serangan terhadap infrastruktur energi Rusia, termasuk kilang Kirishi yang memiliki kapasitas lebih dari 20 juta ton per tahun, menambah faktor risiko di pasar global.
Faktor Domestik yang Mempengaruhi Rupiah
Selain tekanan global, faktor domestik turut memengaruhi nilai tukar. Salah satunya adalah keterlambatan penyerapan belanja kementerian/lembaga (K/L) dalam tahun anggaran 2025. Ibrahim Assuaibi menuturkan, “Penyerapan belanja K/L kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterbitkan Februari 2025. Hal itu membuat banyak instansi perlu menyesuaikan kembali alokasi belanja.”
Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa realisasi anggaran dapat meningkat menjelang akhir tahun. Kementerian Keuangan mencatat, sudah ada 12 K/L besar yang telah mencapai sekitar 80% dari target belanja mereka. Optimisme ini diharapkan bisa memberikan sedikit penopang bagi rupiah di tengah gejolak pasar global.
Nilai tukar rupiah pada Selasa, 7 Oktober 2025 diprediksi bergerak fluktuatif dan cenderung melemah akibat kombinasi tekanan global dan faktor domestik. Penguatan dolar AS, ketidakpastian politik di AS dan Eropa, serta keterlambatan penyerapan belanja K/L menjadi faktor utama yang membayangi rupiah. Meskipun demikian, penguatan tipis pada penutupan perdagangan memberi sinyal bahwa rupiah masih memiliki ruang untuk stabilitas, meskipun volatilitas tetap tinggi.
Memahami dinamika global dan domestik menjadi kunci bagi investor dan pelaku pasar untuk mengambil keputusan bijak terkait trading valuta asing dan strategi lindung nilai rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.